Selasa, 15 September 2009

UPACARA ADAT MANTUN

UPACARA ADAT MANTUN
Pada wakktu padi diladang mulai berubah menjadi buah ( Celetu ) maka disetiap kaampung diadakan upacara adat Mantun yang dlakukan oleh Kokolot Lembur ( Tokoh Masyarakat ) dengan memainkan alat Pantun ( Kecapi ) dan Rendo ( sejenis alat music yang dimainkannya di gesek ) sambio membawa cerita dalam bentuk yang dinyanyikan dengan nada Marenggo, dengan harapan untuk mendapatkan berrkah dan padinya selamat dari ggangguan hama padi sehingga hasil panen padinya banyak, penuturan kata-kata pantunnya antara lain :
“Jauh dijugjug mapay-mapay jurang malipir dina gawir, nyalindung dina gunung, nyamuni ditempat suni, jauh teu puguh nu dijugjug, katempat anggang teu puguh nu rek diteang, ngajauhan lara heung wiring tina perang, panasna sarengenge, tiisna ciibun, nambahan geterna hate sumarabah kana bayah, kasurung kuniat anu geus nekad, ngalangkang kalangkang katukang jadi angan-anganjeung datangna harepan jeung kayakinan tinu ngatur sakabeh alam anu ngusikeun anu malikeun “
Atinya: berjalan jauh tak menentu tujuan, melewati tebing melintasi jurang yang terjal,berlindung ditempat yang sunyi dibalik gunung, menjauhi rasa malu dari kekalahaan perang, panasnya matahari, dinginnya embun pagi, menambah semangaat dan tekad , terbayang-bayang bayangan yang telah silam, yang telah jadi angan-angan dan dengan datangnya suaatu harapan serta keyakinan dari yang memiliki Alam semesta yang berhak ataas segalanya.
Pada dasrnya pantun yang diucapkan pada acara tersebut merupakan amanat Pusaka untuk diresapi serta ditaati sekalipun tidak tersurat namun tersirat dan harus diingat secara turun temurun sehingga tidak tergoyah oleh keadaan dan situasi sekalipun di dunia ini sudah penuh denga kemajuan modernisasi.
Bagi suku Baduy yang berladang diluuar kawasan Baduy, juga ikut serta mengadakan upacara-upacara adat Mantun, adapun pembawa acara aadaatnya/ yang melaakukannya memanggil dari kaampung asalnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar